Akashic Record >> The Epic Game
Hari itu, kami lima bersaudara bermain sepanjang hari di halaman belakang istana. Dengan keheningan yang berlangsung sepanjang hari, perasaan cemas menyelimuti, memutuskan untuk kembali ke dalam istana bersama senja yang tiba. Kecemasan berubah menjadi ketakutan, melihat bercak darah dan tubuh mati di berbagai tempat.
Meski ketakutan menyelubungi pikiran, dengan hati-hati kami berlari menuju kamar kerajaan, membawa rasa khawatir yang mendalam untuk orang tua kami. Namun, pemandangan yang menanti di sana terlalu mengerikan untuk diungkapkan. Di tengah ruangan yang sunyi, tubuh ayah dan ibu-ibu kami tergeletak tak bernyawa. Keheningan itu seketika terputus oleh tangisan kedua saudara perempuan kami menggetarkan udara, memenuhi ruangan dengan kepedihan dan kesedihan yang tak terlukiskan.
Dari kejauhan, terdengar suara langkah kaki yang bergema, menyebabkan segalanya menjadi samar, seperti ditelan oleh kabut ketidak jelasan.
* * *
Ketika aku tersadar, kami berlima sudah berada dalam ruangan yang gelap. Di hadapanku, mengambang sebuah kotak transparan. Diriku berpikir ini hanyalah halusinasi semata dan tanpa berpikir panjang, aku menangis memeluk saudara-saudaraku, bersyukur kita masih bersama.
Namun setelah mendengar penjelasan dari saudaraku yang lain bahwa mereka juga melihat hal yang sama seperti diriku lihat di hadapan mereka masing-masing. Rasa cemas merayap di dalam hati kami, melahirkan kebingungan dan ketakutan yang menggulung di setiap nadi tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dalam keadaan penuh ketidaktahuan, saudara tertua membawa ketenangan di tengah segala kekacauan ini.
Kami perlahan-lahan mendekati pintu besi tersebut yang merupakan satu-satunya peluang untuk melarikan diri. Seketika, semua harapan sirna sesaat kami membua pintu besi itu dan dihadapkan pada pemandangan yang tidak masuk akal. Itu adalah pandangan neraka yang sering diceritakan dalam dongeng untuk menakut-nakuti kami oleh orang dewasa.
Seakan melihat langsung kedalam neraka, kami sudah tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi, bahkan saat ini kami mulai meragukan apakah ini adalah dunia nyata ataukah kami telah dihantarkan ke tempat ini setelah kematian.
Ketakutan bukanlah kata yang cukup untuk menggambarkan apa yang kami rasakan, ini adalah teror yang nyata. Seolah ada kekuatan jahat yang tersenyum sinis pada kami dari balik ketidak logisan ini. Tidak ada niat untuk sekedar menakuti, tetapi seperti sebuah tamparan kejam yang mengatakan bahwa ini adalah kenyataan kami saat ini dan berdiam diri sini bukanlah jawabnya.
A-ARrRGGGHHhH!!!
Begitulah suara auman yang menyeramkan menghempaskan kami semua dari belakang, bentuk kehidupan yang tak nampak seperti makhluk hidup pada umumnya, yang tidak bisa digambarkan, tidak karuan itu, sekarang menatap ke arah kami layaknya mengemis untuk makanan.
Langkah-langkah kami dipenuhi dengan ketakutan yang membakar. Setiap serpihan keberanian yang tersisa di hati kami digunakan untuk mencari tempat berlindung, mencoba bertahan hidup di tengah pemandangan mengerikan ini. Tidak ada aturan maupun logika yang berlaku di dunia ini dan hanyalah satu kepastian yang menyedihkan, bahwa
Kami tidak bisa mati!
Disini kematian hanyalah sementara, kami akan hidup kembali dan muncul di tempat awal dimana seluruh kengerian ini dimulai, sungguh sebuah siksaan tak berujung. Entah berapa lama, mungkin bertahun-tahun sudah berlalu, itu hanya terasa seperti sekali helaan napas saja. Sayangnya teror dan ketakutan tidak pernah beranjak dari hati, menghantui tidur di malam penuh teror yang mengintai di setiap sudut.
Kami mungkin berada di neraka.
Belajar untuk melupakan rasa kemanusiaan, kami menjadi semakin mirip dengan mereka yang hanya mengincar segala yang mereka lihat. Itu semua untuk terus bertahan disini. Segala sesuatu yang bisa dimakan. Apapun yang kami temukan.
Kami habiskan segalanya untuk menjaga tubuh ini tetap hidup. Rasa lapar bukan lagi sekadar rasa ingin makan, tetapi keinginan untuk bertahan hidup, dan setiap tegukan air, hingga suapan makanan menjadi pemuas syarat-syarat kenyataan yang pahit.
Di antara kami pasti ada yang telah menyerah pada keputusasaan, tapi dalam cengkeraman kegelapan, tubuh ini meminta untuk terus merangkak keluar dari neraka ini. Tidak ada yang bisa kami prediksi, harapan untuk datangnya keberuntungan dan keberanian semata bukanlah jawabannya. Jiwa kami telah kehilangan begitu banyak dalam perjalanan ini, namun ada satu hal yang tidak pernah hilang.
Harapan tetap ada.
Di ujung koridor yang gelap, kami menemukan gapura yang megah. Dengan nafas yang terengah-engah dan mata yang penuh harapan, meyakini tanpa keraguan bahwa itu merupakan sebuah jawaban yang kami cari selama ini. Simbol dari harapan kami dan akhir dari penderitaan panjang.
Tetapi, masih banyak pertanyaan yang masih menghantui pikiran kami. Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang telah membawa kami kesini? Benarkah ini adalah akhirnya? Apakah kami benar-benar.
Bebas?
Kami saling memandang satu sama lain menunjukan tekad tak tergoyahkan yang terpancar dari mata kami. Menyatakan dalam hati, selama kami bersama, bahkan jika di masa depan masih penuh dengan bahaya dan rintangan kami bersumpah untuk terus maju tanpa pernah mundur. Bersama kami melewati gapura itu, meninggalkan ketakutan dan teror di belakang.
Benar saja.
Itu merupakan pemandangan yang sering kami lihat, pegunungan, hutan, hingga langit yang membentang luas di balik awan-awan putihnya, namun. Seakan mendengar hati saudaraku yang lain menanyakan kenyataan yang ada di depan mata kami sekarang. Jelas sekali banyak yang sudah berubah, bertahun-tahun semejak kepergian kami.
Suasana sekitar seketika berubah seperti dicekik oleh ketakutan dan teror yang menyelimuti ku, bukan karena perubahan yang terjadi di sini, tetapi kenyataan. Bahwa kotak transparan ini masih belum menghilang dari hadapan ku. Berharap bahwa ini hanya khayalanku semata diriku menoleh ke arah saudaraku yang lain.
Tapi wajah mereka.
Berkata lain.
Suara bising dari kejauhan hutan, mengembalikan kami pada kenyataan. Indra kami yang meningkat sangat tajam selama di sana, dengan mudah bisa merasakan adanya lebih dari lima makhluk hidup yang mendekat.
Sudah berlalu sekian lama semejak kami berinteraksi dengan manusia lain, mungkin kami bisa mencari informasi dengan mencoba bertanya kepada mereka tentang apa yang sudah terjadi selama kami pergi.
*dor
Suara bergemuruh itu menembus kencang melalui udara melewati salah satu saudara perempuan ku, di moment singkat itu tetesan darah yang perlahan keluar dari kepalanya. Memicu insting kami, yang seketika menyala seperti minyak yang disulut oleh percikan api.
Tanpa pikir panjang kakak tertua menerjang ke arah orang itu, menyelesaikan masalah selayaknya seekor makhluk tanpa perasaan. Dengan hati bergejolak kami mendengar penjelasan dari mereka yang menjelaskan situasinya, kami hanya bisa terdiam.
keheningan itu sangatlah keras, teriakan hati kami tidak bisa membendung kesedihan ini dan harus menerima fakta bahwa kami telah kehilangan salah seorang dari saudara kami. Kekuatan jahat itu seakan menampakan lagi wujudnya di hadapan kami semua.
Tertawa melihat kekejaman ini
Menahan emosi yang masih menyala, kami mencoba beradaptasi dengan kenyataan yang sekarang. Membawa kami kepada pembalasan dendam dibalik dari orang-orang yang bersangkutan dengannya yang telah membunuh saudara kami.
Di hadapan kenyataan yang mencekam, kami menyadari bahwa kami telah kembali ke tanah kelahiran kami, tetapi segalanya telah berubah drastis. Kerajaan kami yang dulu gemilang kini hanya puing-puing sejarah yang telah runtuh, mengingat kejadian di masa itu kami ragu masih ada kerabat maupun kenalan kami yang masih hidup setelah beberapa dekade berlalu.
Jadi dengan berat hati kami memutuskan untuk berpisah menjalani kehidupan baru masing-masing, meninggalkan kenangan-kenangan masa lalu dan mencoba mencari makna dalam kehidupan baru yang menanti kedepannya.
Itu mungkin merupakan alasan yang sangat rapi, namun. Keberadaan kotak transparan inilah yang menjadi alasan utama mengapa kami memutuskan untuk berpisah.
Setelah mempelajari banyak hal di waktu yang singkat ini, kami memahami dengan benar apa yang sebenarnya tertulis di kotak transparan ini. Kotak transparan ini mirip sekali dengan apa yang ada di dalam permainan video game yang menjadi pengisi waktu bermain di zaman sekarang, maka jika kami garis bawahi.
Konsep kematian dan hidup kembali di neraka waktu itu merupakan konsep yang sama persis seperti memulai lagi setelah karakter pemain yang dimainkan mati.
[ - You Finished The Tutorial! - ]
[ New Quest: Save this world ]
Kami semua mengaku memiliki tampilan Quest log yang sama, yang persis menggunakan bahasa dari orang eropa atau bahasa yang digunakan kebanyakan orang dari luar Dwipantara. Awalnya kami berpikir apakah semua ini adalah siasat yang digunakan orang dari luar wilayah kami untuk menguasai wilayah kami, namun setelah semua yang kami alami dan fakta catatan sejarah yang telah dicatat oleh para guru terhormat. Membuat kami mempertanyakan kenyataan yang ada saat ini.
Dengan perasaan yang bercampur aduk, sebagian dari kami mungkin masih gelisah, sebagian dari kami mungkin sedih, sebagian dari kami mungkin masih akan mencoba melangkah, dan sebagian dari kami tentu juga tidak akan melupakan semua ini.
Begitulah kami berjalan di atas ketidakpastian ini, dan mencoba menanggapi kehidupan baru ini dengan damai. Itulah yang mereka pikirkan, tapi dalam kegelapan terdalam hati ini terus menggema, menolak untuk menerima kenyataan ini.
Satu hal yang dapat kupastikan.
Sekali lagi melihat ke arah Quest log yang meminta kami untuk menyelamatkan dunia ini, diriku yakin bahwa neraka ini belum berakhir.
Tiga tahun sudah waktu berlalu. Diriku tidak pernah memberikan kabar apapun kepada saudara-saudaraku dan hanya fokus mempersiapkan diri pada apa yang mungkin terjadi di masa depan, menghabiskan sepanjang waktuku berkeliling berbagai tempat mencari wawasan baru hingga informasi yang mungkin berhubungan dengan Quest ini.
Hingga awal dari kehancuran telah dimulai.
Muncul sebuah retakan di langit pada senja hari itu, dan apa yang menanti dibalik retakan tersebut adalah neraka nyata yang mencoba menggapai dunia ini. Makhluk-makhluk yang lepas dari ketidak logisan dunia keluar dari retakan itu seperti mulut setan yang memuntahkan kegelapan pada dunia.
Tidak hanya satu maupun dua, tapi seluruh dunia di waktu bersamaan juga melihat pemandangan neraka yang sama. Menandakan akhir dari dari dunia sudah didepan mata, dan ada satu hal yang mengganjal pikiranku.
Bahwa semua ini memiliki satu kemiripan, yaitu sebuah kotak permintaan berbentuk Quest log dari suatu entitas tidak dikenali. Diriku bertaruh bahwa entitas ini sedang menikmati semua ini seperti sebuah permainan dari suatu tempat.
Setelah sekian lama kami berpisah, kami sekali lagi berkumpul hanya untuk dihadapkan pada pemandangan dari kenangan yang berusaha kami lupakan. Ketakutan dan teror menggerogoti begitu cepat, dunia sudah menjadi tidak karuan bentuknya.
Meski diriku sudah mempersiapkan banyak hal, tetap saja. Satu per satu orang terdekatku dibawa pergi dari kenyataan ini, menginjak-injak segala usaha yang sudah kusiapkan untuk melindungi mereka seperti serpihan kaca yang hancur dibawah langkah kejam takdir ini.
Aku telah kehilangan begitu banyak hal, mereka semua terhapus dalam arus waktu yang tanpa belas kasihan. Tubuh ini pun tak akan bertahan selamanya, diriku berusaha sekeras mungkin untuk terus bertahan hidup terombang-ambing di dunia yang sudah menjelma menjadi neraka ini.
Kami yang tersisa di muka bumi ini sudah seperti tubuh kosong tanpa jiwa, tanpa kemanusiaan, dan hanya menyeret pertanyaan-pertanyaan yang tersisa untuk ditanyakan kepadanya.
Dihadapan nya, kami disadarkan kembali atas kenyataan menyakitkan dan semua siksaan hingga kepedihan yang tidak bisa dilupakan. Dirinya berbicara disini bukan sekedar untuk memberikan jawaban, namun berbagai pilihan yang menurutnya menarik.
Bahkan tanpa mendengar suara yang diucapkan dari entitas ini, kami bisa memahami dengan baik bagaimana dirinya menjelaskan apa yang menjadi segala pertanyaan kami selama ini, dan akhir apa yang menunggu kami pada pilihan yang ditunggu. Itu bukan lagi sebuah diskusi, ataupun penawaran, apa yang dirinya inginkan merupakan apa yang akan terjadi dan dengan begitulah kami semua setuju dengan pilihan yang sudah ditentukan.
Waktu seakan berhenti, jemari kecilnya itu memegang ruang hampa di depannya memecahkan kenyataan yang ada seperti kaca. Mendorong tangan nya kedepan, mengubah realita menjadi benang-benang yang diulur pada kekalnya ruang dan waktu, menjauh dan memperbaiki kembali seluruh retakan dimensi yang ada. Seakan merajut bintang-bintang dalam ruang kosong kesadaran kami perlahan ikut menghilang kedalam tajamnya serpihan kaca itu.
Seakan jiwa ini ditarik dari kenyataan diriku terbangun di ruangan yang benar-benar asing. Hawa dingin embun pagi menyentuh kulitku, terpapar sinar mentari yang hangat diriku masih kebingungan dengan apa yang kulihat. Layaknya di dunia fantasi, ini merupakan kamar indah didalam sebuah pohon raksasa.
Menyadari bahwa diriku sudah tidak lagi melihat Quest log di hadapanku, membuatku bertanya-tanya apakah ini semua sudah berakhir. Meski kebingungan diriku tetap waspada dan perlahan melangkah ke arah pintu gorden tersebut, memutuskan untuk berjalan keluar dari ruangan ini.
Di waktu yang singkat itu, seluruh penyesalanku seakan menghilang begitu saja.
Betapa terkejutnya diriku ketika melihat apa yang ada di balik gorden ini, itu merupakan wajah-wajah yang sangat familiar. Air mata ini tidak lagi terbendung, diriku berlari memeluk mereka, saudara-saudaraku, mereka semua ada di hadapanku saat ini.
Apakah aku sudah mati.
Terdiam dalam pelukan mereka berlima, pertanyaan itu terlintas dalam benakku. Suara langkah kaki terdengar datang dari luar menuju ruangan ini, dengan segera instingku mengambil alih diriku menyatakan tanda bahaya dan, apa yang aku lihat saat ini.
Itu sudah seperti sebuah dongen nyata yang keluar dari buku-buku fantasi, dua makhluk dengan telinganya yang panjang dan kulit pucat serta tiga makhluk kecil dengan sayap yang terbang di sekeliling mereka. Itu merupakan gambaran jelas dari elf dan peri dalam cerita fantasi, apa yang sebenarnya terjadi, apakah ini adalah kenyataan.
“Dimana ini?!”